Berikut ini merupakan salah satu contoh analisis unsur-unsur yang terdapat dalam cerpen yang terdiri dari unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Analisis cerpen ini merupakan salah satu tugas saya pada Mata Kuliah Apresiasi Sastra, semoga bermanfaat .. :D
PERSAHABATAN SUNYI
Di sebuah jembatan penyeberangan tak beratap,
matahari menantang garang di langit Jakarta yang
berselimut karbon dioksida. Orang-orang melintas dalam gegas bersimbah peluh
diliputi lautan udara bermuatan asap knalpot. Lelaki setengah umur itu masih
duduk di situ, bersandarkan pagar pipa-pipa besi, persis di tengah jembatan.
Menekurkan kepala yang dibungkus topi pandan kumal serta tubuh dibalut busana
serba dekil, tenggorok di atas lembaran kardus bekas air kemasan. Di depannya
sebuah kaleng peot, nyaris kosong dari uang receh logam pecahan terkecil yang
masih berlaku. Dan, di bawah jembatan, mengalir kendaraan bermotor dengan
derasnya jika di persimpangan tak jauh dari jembatan itu berlampu hijau.
Sebaliknya, arus lalu lintas itu mendadak sontak berdesakan bagai segerombolan
domba yang terkejut oleh auman macan, ketika lampu tiba-tiba berwarna merah.
Lelaki setengah umur yang kelihatan cukup
sehat itu akan “tutup praktik” ketika matahari mulai tergelincir ke Barat.
Turun dengan langkah pasti menuju lekukan sungai hitam di pinggir jalan,
mendapatkan gerobak dorong kecil beroda besi seukuran asbak. Dari dalam gerobak
yang penuh dengan buntelan dan tas-tas berwarna seragam dengan dekil tubuhnya,
ia mencari-cari botol plastik yang berisi air entah diambil dari mana, lalu
meminumnya. Setelah itu ia bersiul beberapa kali. Seekor anjing betina kurus
berwarna hitam muncul, mengendus-endus dan menggoyang-goyangkan ekornya. Ia
siap berangkat, mendorong gerobak kecilnya melawan arus kendaraan, di pinggir
kanan jalan. Anjing kurus itu melompat ke atas gerobak, tidur bagai anak balita
yang merasa tenteram di dodong ayahnya.
Melintasi pangkalan parkir truk yang berjejer
memenuhi trotoar, para pejalan kaki terpaksa melintas di atas aspal dengan
perasaan waswas menghindari kendaraan yang melaju. Lelaki itu lewat begitu saja
mendorong gerobak bermuatan anjing dan buntelan-buntelan kumal miliknya sambil
mencari-cari puntung rokok yang masih berapi di pinggir jalan itu, lalu
mengisapnya dengan santai. Orang-orang menghindarinya sambil menutup hidung
ketika berpapasan di bagian jalan tanpa tersisa secuil pun pedestrian karena
telah dicuri truk-truk itu.
Lelaki setengah umur itu memarkir gerobak
kecilnya di bawah pokok akasia tak jauh setelah membelok ke kanan tanpa
membangunkan anjing betina hitam kurus yang terlelap di atas buntelan-buntelan
dalam gerobak itu. Ia menepi ke pinggir sungai yang penuh sampah plastik, lalu
kencing begitu saja. Ia tersentak kaget ketika mendengar anjingnya terkaing.
Seorang bocah perempuan ingusan yang memegang krincingan dari kumpulan tutup
botol minuman telah melempari anjing itu. Lelaki itu berkacak pinggang, menatap
bocah perempuan ingusan itu dengan tajam. Bocah perempuan ingusan itu balas
menantang sambil juga berkacak pinggang. Anjing betina hitam kurus itu
mengendus-endus di belakang tuannya, seperti minta pembelaan.
Lelaki itu kembali mendorong gerobak kecilnya
dengan bunyi kricit- kricit roda besi kekurangan gemuk. Anjing betina kurus
berwarna hitam itu kembali melompat ke atas gerobak, bergelung dalam posisi
semula. Bocah perempuan yang memegang krincingan itu mengikuti dari belakang
dalam jarak sepuluh meteran. Bayangan jalan layang tol dalam kota, melindungi
tiga makhluk itu dari sengatan matahari. Sementara lalu lintas semakin padat,
udara semakin pepat berdebu.
Tiba-tiba, lelaki setengah umur itu
membelokkan gerobak kecilnya ke sebuah rumah makan yang sedang padat
pengunjung. Dari jauh, seorang satpam mengacung-acungkan pentungannya
tinggi-tinggi. Lelaki itu seperti tidak memedulikannya, terus saja mendorong
hingga ke lapangan parkir sempit penuh mobil di depan restoran itu. Sepasang
orang muda yang baru saja parkir hendak makan, kembali menutup pintu mobilnya
sambil menutup hidung ketika lelaki itu menyorongkan gerobaknya ke dekat mobil
sedan hitam itu. Seorang pelayan rumah makan itu berlari tergopoh- gopoh
keluar, menyerahkan sekantong plastik makanan pada laki-laki itu sambil
menghardik.
“Cepat pergi!”
Lelaki setengah umur itu menghentikan gerobak
kecilnya di depan sebuah halte bus kota. Mengeluarkan beberapa koin untuk
ditukarkan dengan beberapa batang rokok yang dijual oleh seorang penghuni tetap
halte itu dengan gerobak jualannya. Orang-orang yang berdiri di dekat gerobak
rokok itu menghindar tanpa peduli. Halte itu senantiasa ramai karena tak jauh
dari situ ada satu jalur pintu keluar jalan tol yang menukik dan selalu sesak
oleh mobil-mobil yang hendak keluar. Lelaki itu meneruskan perjalanannya menuju
kolong penurunan jalan layang tol itu. Meski berpagar besi, telah lama ada
bagian yang sengaja dibolongi oleh penghuni-penghuni kolong jalan layang itu
untuk dijadikan pintu masuk. Tempat
lelaki setengah umur itu di pojok yang rada gelap dan terlindung dari hujan dan
panas. Dari dulu tempatnya di situ, tak ada yang
berani mengusik. Kecuali beberapa kali ia diangkut oleh pasukan tramtib kota,
lalu kemudian dilepas dan kembali lagi ke situ. Ia lalu membongkar isi
gerobaknya, mengeluarkan lipatan kardus dan mengaturnya menjadi tikar. Anjing
betina berwarna hitam kurus itu mengibas-ngibaskan ekornya ketika lelaki
itu mengambil sebuah piring plastik dari dalam buntelan, lalu membagi makanan
yang didapatnya dari rumah makan tadi. Keduanya makan dengan lahap tanpa
menoleh kanan-kiri.
Bocah perempuan ingusan itu berdiri dari jauh
di bawah kolong jalan layang itu, memandang dengan rasa lapar yang menyodok
pada dua makhluk yang sedang asyik menikmati makan siang itu. Ia memberanikan
dirinya menuju kedua makhluk itu, lalu bergabung makan dengan anjing betina
berwarna hitam kurus itu. Ternyata anjing betina itu penakut. Ia menghindar dan
makanan yang tinggal sedikit itu sepenuhnya dikuasai bocah perempuan itu dan ia
melahapnya. Sedang
lelaki setengah umur itu tidak peduli, meneruskan makannya hingga licin tandas
dari daun pisang dan kertas coklat pembungkus. Mengeluarkan sebuah botol air
kemasan berisi air, meminumnya separuh. Tanpa bicara apa- apa, bocah perempuan
ingusan itu menyambar botol itu dan meminumnya juga hingga tandas. Lelaki
setengah umur itu hanya memandang, sedikit terkejut, tapi tidak bicara apa-apa.
Air mukanya tawar saja. Mengeluarkan rokok dan
membakarnya sambil bersandar pada gerobak kecilnya. Tergeletak tidur setelah
itu di atas bentangan kardus kumal.
Malam telah larut. Bocah perempuan ingusan itu
terbirit-birit dikejar gerimis yang mulai menghujan. Rambutnya yang nyaris
gimbal itu kini melekat lurus-lurus di kulit kepalanya disiram gerimis. Bunyi
krincingan dan kresek-kresek kantong plastik yang dibawanya membangunkan anjing
betina kurus berwarna hitam itu. Ia menyalak sedikit, kemudian merungus setelah
dilempari sepotong kue oleh bocah itu. Lewat penerangan jalan, samar- samar
dilihatnya lekaki setengah umur itu tidur bergulung bagai angka lima di atas
kardus. Setelah melahap kue, anjing itu kembali tidur di sebelah tuannya, di
atas bentangan kardus yang tersisa.
Bocah itu mengeluarkan lilin dan korek api
dari dalam kantong plastik. Berkali-kali menggoreskan korek api, padam lagi
oleh tiupan angin bertempias. Lalu ia mendekat ke arah lelaki setengah umur itu
agar lebih terlindung oleh angin dan berhasil menyalakan lilin. Bocah itu
melihat ujung lipatan kardus tersembul dari dalam gerobak kecil di atas kepala
lelaki setengah umur itu. Ia berusaha menariknya keluar tanpa menimbulkan suara
berisik dan membangunkan lelaki itu. Setelah berhasil, ia membaringkan dirinya
yang setengah menggigil karena pakaiannya basah. Merapat pada tubuh lelaki yang
memunggunginya itu, sekadar mendapatkan imbasan panas dari tubuh lelaki itu.
Bocah perempuan ingusan itu cepat terlelap dan
bermimpi berperahu bersama anjing betina kurus berwarna hitam itu di sebuah
danau yang sunyi. Deru mesin mobil yang melintasi jembatan beton di atas mereka
justru menimbulkan rasa tenteram, rasa hidup di sebuah kota yang sibuk. Lelaki
setengah umur itu juga sedang bermimpi tidur dengan seorang perempuan. Ketika
ia membalikkan badannya, ia menangkap erat-erat tubuh bocah yang setengah basah
itu dan melanjutkan mimpinya.
Sebelumnya, kolong penurunan jalan layang tol
itu cukup padat penghuninya di malam hari. Beberapa anak jalanan yang sehari-hari
mengamen di sepanjang jalan bawah, juga bermalam di situ. Ada lima anak jalanan
laki-laki yang selalu menjahili bocah perempuan yang selalu membawa krincingan
itu sampai menangis berteriak-teriak. Lelaki setengah umur itu membiarkannya
saja. Mungkin menurutnya sesuatu yang biasa-biasa saja, meskipun anak-anak
lelaki itu sampai-sampai menelanjangi bocah perempuan ingusan itu. Penghuni
lain pun tak ada yang berani membela. Sejak itu, bocah perempuan ingusan itu
menghilang, entah tidur di mana.
Lelaki setengah umur itu mulai marah ketika
suatu hari ia membawa seekor anjing betina kurus berwarna hitam ke markasnya.
Mungkin anjing itu kurang sehat hingga semalaman anjing itu terkaing-kaing.
Lelaki itu tampak berusaha keras mengobati anjing itu dengan menyuguhkan
makanan dan air. Tapi, anak-anak jalanan yang jahil itu melempari anjing itu
dengan batu. Salah satu batunya mengenai kepala lelaki itu. Lelaki itu
meradang, lalu mengambil golok di dalam timbunan buntelan dalam gerobak kecilnya.
Anak-anak itu dikejarnya. Konon salah seorang terluka oleh golok itu. Namun,
mereka tak ada yang berani melawan dan tak berani kembali lagi.
Sebelum subuh, pasukan tramtib itu datang
lagi, lengkap dengan polisi dan beberapa truk dengan bak terbuka pengangkut
gelandangan. Sebelum matahari muncul, kolong- kolong jembatan dan jalan layang
harus bersih dari manusia-manusia kasta paling melata itu. Mimpi lelaki itu
tersangkut bersama gerobaknya di atas bak truk. Begitu juga bocah perempuan
itu. Lelaki setengah umur itu menggapai-gapaikan tangannya, minta petugas
menaikkan anjingnya yang menyalak-nyalak, minta ikut bersama tuannya. Tapi,
sebuah pentungan kayu telah mendarat di kepala anjing kurus itu hingga
terkaing-kaing, berlari ke seberang jalan dan hilang ditelan kegelapan.
“Mampus kau, anjing kurapan!” sumpah petugas itu sambil melompat
ke atas truk yang segera berangkat.
Bak truk terbuka itu nyaris penuh, termasuk
tukang rokok di halte dekat situ. Lelaki setengah umur itu tampak geram.
Matanya mencorong ke arah petugas yang memegang pentungan. Petugas itu
pura-pura tidak melihat. Hujan telah berhenti. Iringan truk yang penuh manusia
gelandangan kota yang dikawal mobil polisi bersenjata lengkap di depannya,
menuju ke suatu tempat arah ke Utara, dan kemudian membelok ke kanan. Dari
pengeras suara di puncak-puncak menara masjid terdengar azan subuh
bersahut-sahutan. Bulan semangka tipis masih menggantung di langit,
kadang-kadang tertutup awan yang bergerak ke Barat.
Beberapa minggu kemudian, pelintas jembatan
penyeberangan yang beratap itu, kembali menemukan lelaki setengah umur itu
berpraktik di tempat sebelumnya. Ia baru turun mengemasi kaleng peot dan alas
kardusnya ketika matahari mulai tergelincir ke Barat. Melangkah dengan pasti,
menuju tempat gerobak kecilnya ditambatkan.
Di depan pangkalan truk yang telah
menyempitkan jalan, lelaki itu mendorong gerobak kecilnya dengan santai sambil
mengawasi puntung-puntung rokok yang masih berapi dilempar sopir-sopir truk ke
jalan. Ada yang sengaja melemparkan puntung rokoknya ketika laki- laki
bergerobak itu melintas. Di atas gerobaknya, kini bertengger bocah perempuan
ingusan itu sambil terus bernyanyi dengan iringan krincingannya. Orang-orang
tak ada yang peduli.
Rawamangun, 3 Oktober 2004
Karya: Harris Effendi Thahar
A. Sinopsis
Cerpen ini merupakan kisah seorang lelaki setengah umur dan
perempuan ingusan. Lelaki setengah umur itu duduk
bersandarkan pagar pipa-pipa besi, persis di tengah jembatan. Menekurkan kepala
yang dibungkus topi pandan kumal serta tubuh dibalut busana serba dekil. Lelaki setengah umur turun dengan langkah pasti menuju lekukan
sungai hitam di pinggir jalan ketika matahari mulai tergelincir ke Barat. Seekor anjing betina kurus berwarna hitam muncul,
mengendus-endus dan menggoyang-goyangkan ekornya.
Ia siap berangkat, mendorong gerobak kecilnya
melawan arus kendaraan. Anjing kurus itu melompat ke atas gerobak. Ia tersentak kaget ketika mendengar anjingnya terkaing. Seorang
bocah perempuan ingusan yang memegang krincingan dari kumpulan tutup botol
minuman telah melempari anjing itu. Lelaki itu berkacak pinggang, menatap bocah
perempuan ingusan itu dengan tajam. Bocah perempuan ingusan itu balas menantang
sambil juga berkacak pinggang. Bocah perempuan yang
memegang krincingan itu mengikuti dari belakang dalam jarak sepuluh meteran.
Tiba-tiba, lelaki setengah umur itu
membelokkan gerobak kecilnya ke sebuah rumah makan. Seorang pelayan rumah makan
itu berlari tergopoh- gopoh keluar, menyerahkan sekantong plastik makanan. Lelaki
itu meneruskan perjalanannya menuju kolong penurunan jalan layang tol itu. lelaki itu mengambil sebuah piring
plastik dari dalam buntelan, lalu membagi makanan yang didapatnya dari rumah
makan tadi. Keduanya makan dengan lahap tanpa menoleh kanan-kiri. Kemudian
perempuan ingusan itu memberanikan dirinya menuju
kedua makhluk itu, bergabung makan dengan anjing betina berwarna hitam kurus
itu. Sedang lelaki setengah umur itu tidak peduli.
Beberapa saat dilihatnya lekaki
setengah umur itu tidur bergulung di atas kardus. Perempuan ingusan itu turut
membaringkan dirinya yang setengah menggigil karena pakaiannya basah. Merapat
pada tubuh lelaki yang memunggunginya itu, sekadar mendapatkan imbasan panas
dari tubuh lelaki itu. Ketika lelaki setengah umur membalikkan badannya, ia
menangkap erat-erat tubuh bocah yang setengah basah itu. Disana ada lima anak
jalanan laki-laki yang selalu menjahili bocah perempuan itu sampai menangis
berteriak-teriak. Lelaki setengah umur itu membiarkannya saja. Mungkin menurutnya
sesuatu yang biasa-biasa saja, meskipun anak-anak lelaki itu sampai-sampai
menelanjangi bocah perempuan ingusan itu. Sejak itu, bocah perempuan ingusan
itu menghilang, entah tidur di mana. anak-anak jalanan yang jahil itu juga
melempari anjing itu dengan batu. Salah satu batunya mengenai kepala lelaki
itu. Lelaki itu meradang, lalu mengambil golok dalam gerobak kecilnya.
Sebelum subuh,
pasukan tramtib itu dating untuk mengangkut gelandangan. Mimpi lelaki itu
tersangkut bersama gerobaknya di atas bak truk. Begitu juga bocah perempuan
itu. Lelaki setengah umur itu menggapai-gapaikan tangannya, minta petugas
menaikkan anjingnya yang menyalak-nyalak, minta ikut bersama tuannya. Beberapa
minggu kemudian, pelintas jembatan penyeberangan yang beratap itu, kembali
menemukan lelaki setengah umur itu berpraktik di tempat sebelumnya. Lelaki itu
mendorong gerobak kecilnya dengan santai sambil mengawasi puntung-puntung rokok
yang masih berapi dilempar sopir-sopir truk ke jalan. Di atas gerobaknya, kini
bertengger bocah perempuan ingusan itu sambil terus bernyanyi dengan iringan
krincingannya.
B.
Unsur Intrinsik Cerpen:
1.
Tema
Tema naskah cerpen karya Harris Effendi Thahar yang berjudul “Persahabatan Sunyi” adalah persahabatan. Karena cerpen tersebut mengisahkan tentang persahabatan yang terjadi antara dua orang di tengah kerasnya kehidupan di Jakarta.
Tema naskah cerpen karya Harris Effendi Thahar yang berjudul “Persahabatan Sunyi” adalah persahabatan. Karena cerpen tersebut mengisahkan tentang persahabatan yang terjadi antara dua orang di tengah kerasnya kehidupan di Jakarta.
2. Latar
a. Latar Tempat
a. Latar Tempat
Latar
tempat dalam cerpen itu adalah Kota Jakarta. Hal tersebut terdapat pada: "Di sebuah jembatan penyeberangan tak beratap, matahari
menantang garang di langit Jakarta yang berselimut karbon dioksida.”
b.
Latar Waktu
Latar
waktu dalam cerpen tersebut adalah sore hari. Hal tersebut terdapat pada:
“Lelaki setengah umur yang kelihatan cukup sehat itu akan “tutup
praktik” ketika matahari mulai tergelincir ke Barat. Turun dengan langkah pasti
menuju lekukan sungai hitam di pinggir jalan.”
c..
Latar Suasana
Latar
suasana dalam cerpen tersebut adalah menyedihkan, karena harus merasakan
kerasnya kehidupan di kota besar seperti Jakarta. Hal tersebut terdapat pada:
“Bayangan jalan layang tol dalam kota, melindungi tiga makhluk
itu dari sengatan matahari. Sementara lalu lintas semakin padat, udara semakin
pepat berdebu.”
3. Alur
Cerita
tersebut menggunakan alur maju karena jalan cerita
dijelaskan secara runtut dari awal lelaki setengah umur itu bertemu dengan
perempuan ingusan sampai mereka menjalin persahabatan.
4.
Tokoh dan
Penokohan
Tokoh
di dalam cerita itu adalah Lelaki setengah umur dan Bocah perempuan.
a.
Karakter lelaki setengah umur adalah Penyayang, hal tersebut terdapat pada:
§ Si
lelaki setengah umur itu memiliki sifat penyayang terhadap bocah perempuan
kecil yang membawa kerincingan dari tutup botol minuman itu walaupun mereka
tidak saling mengenal. Dengan rela ia berbagi makanan dengan gadis itu agar mereka
berdua tidak kelaparan.
§ Pembuktian
dari tokoh lelaki setengah umur ini penyayang adalah pada kutipan cerita
sebagai berikut.
"….Lelaki
setengah umur itu mengambil sebuah piring plastik dari dalam buntelan lalu
memberi makan yang didapatnya dari rumah makan tadi."
§ Pembuktian
sifat penyayang lainnya yang dimiliki oleh lelaki itu adalah sebagai berikut.
"….
Deru mesin mobil yang melintas jembatan beton di atas mereka justru menimbulkan
rasa tenteram, rasa hidup di sebuahn kota yang sibuk. Lelaki setengah umur itu
juga sedang bermimpi tidur dengan seorang perempuan. Ketika ia membalikkan
badannya, ia menangkap erat-erat tubuh bocah yang setengah basah itu dan
melanjutkan mimpinya."
§ Dari
kutipan cerita di atas didapatkan pembuktian bahwa si tokoh (lelaki setengah
umur) itu memang benar-benar penyayang. Dia berusaha menghangatkan bocah
perempuan yang kedinginan tidur dengan cara mendekapnya, agar si bocah
perempuan itu merasa hangat.
§ Selain memiliki
perwatakan yang penyayang, lelaki setengah umur itu juga memiliki sifat yang
pendiam. Hal tersebut terlihat saat lelaki setengah umur itu tidak
memperdulikan perempuan itu mengambil makanan dan minumannya. Lelaki setengah umur itu hanya
memandang, sedikit terkejut, tapi tidak bicara apa-apa.
b. Karakter Bocah Perempuan
Karakter Bocah Perempuan itu adalah pemberani, hal
ini terdapat pada kutipan berikut.
"…Seorang bocah perempuan ingusan yang memegang
kerincingan dari kumpulan tutup botol minuman telah melempari anjing itu.
Lelaki itu berkacak pinggang menatap bocah perempuan itu dengan tajam. Bocah
perempuan itu balas menantang sambil berkacak pinggang.
5.
Sudut
Pandang
Sudut pandang yang digunakan penulis pada cerpen
tersebut menggunakan sudut pandang orang ketiga.
6.
Amanat
Amanat yang disampaikan oleh penulis dalam cerpen itu
adalah:
a.
Jangan
pantang menyerah dalam menjalani hidup dan selalu mensyukuri segala karunia
yang Tuhan berikan.
b.
Berikanlah kasih sayang kepada setiap makhluk hidup tanpa membeda-bedakan
keadaan makhluk tersebut.
C. Unsur Ekstrinsik Cerpen
1.
Latar Belakang Penulis
Harris Effendi Thahar (lahir di Tembilan, 4 Januari 1950) adalah seorang sastrawan Indonesia yang banyak menulis cerita pendek
(cerpen) dan sajak. Harris, anak ketujuh dari sebelas bersaudara, lahir dari
pasangan Thahar Umar dan Nurijah Rasyad asal Minangkabau. Kedua orang tuanya gemar membaca, yang kemudian memberikan pengaruh
terhadap pembentukan dirinya. Setelah lulus STM jurusan Bangunan Air di Padang, Harris melanjutkan pendidikannya di IKIP Padang dengan mengambil jurusan
Pendidikan Teknik Arsitektur.
2.
Tempat Penulisan
Tempat penulisan cerpen tersebut adalah di daerah Rawamangun.
3.
Waktu Penulisan
Cerpen tersebut dibuat pada 3 Oktober 2004.
4.
Nilai yang terkandung
dalam cerpen
a.
Nilai
Ekonomi
Nilai Ekonomi yaitu nilai-nilai
dalam cerita yang berkaitan dengan kemampuan ekonomi. Terdapat pada kalimat:
“Dari dalam gerobak
yang penuh dengan buntelan dan tas-tas berwarna seragam dengan dekil tubuhnya,
ia mencari-cari botol plastik yang berisi air entah diambil dari mana, lalu
meminumnya.”
Nilai
Ekonomi yang terlihat dalam penggalan cerita di atas adalah dalam keadaan
sangat kekurangan, karena hanya untuk minum air yang layak saya ia tidak bisa.
b.
Nilai
Moral
Nilai moral yaitu nilai-nilai dalam
cerita yang berkaitan dengan akhlak/perangai atau etika. Nilai moral dalam
cerita bisa jadi nilai moral yang baik, bisa pula nilai moral yang buruk/jelek.
Terdapat pada kalimat:
“Lelaki setengah umur
itu juga sedang bermimpi tidur dengan seorang perempuan. Ketika ia membalikkan
badannya, ia menangkap erat-erat tubuh bocah yang setengah basah itu dan
melanjutkan mimpinya.”
Nilai
moral yang terdapat dalam penggalan cerita di atas adalah nilai moral yang baik,
yaitu seorang lelaki paruh baya yang memiliki sikap penyayang, ia memeluk gadis
ingusan itu untuk mengurangi rasa kedinginannya.
c. Nilai Budaya
Nilai budaya adalah nilai-nilai yang
berkenaan dengan kebiasaan/ tradisi/ adat-istiadat yang berlaku pada suatu
daerah. Terdapat pada kalimat:
“Beberapa minggu
kemudian, pelintas jembatan penyeberangan yang beratap itu, kembali menemukan
lelaki setengah umur itu berpraktik di tempat sebelumnya.”
Nilai
budaya yang terdapat dalam penggalan cerita di atas adalah kebiasaan
gelandangan yang selalu memenuhi trotoar dan tinggal sembarangan di kolong
jembatan sehingga merusak pemandangan kota.
d. Nilai Sosial
Nilai sosial yaitu nilai-nilai yang
berkenaan dengan tata pergaulan antara individu dalam masyarakat. Terdapat pada
kalimat:
“Lelaki itu mengambil sebuah piring
plastik dari dalam buntelan, lalu membagi makanan yang didapatnya dari rumah
makan tadi.”
Nilai
sosial yang terdapat dalam penggalan cerita di atas adalah lelaki setengah umur
itu rela berbagi dengan orang yang ada disekitarnya.
5 Desember 2021 pukul 19.04
Memahami Klasifikasi Mesin engine
Pengendalian Kontaminasi